Allah menciptakan
makhluk dalam bentuk, jenis, warna, rasa dan rupa yang tidak sama, dimana
ketidaksamaan tersebut merupakan wujud dari kesempurnaan ciptaan Allah subhaanahuu
wa ta'aalaa. Allah menciptakan mahluk didunia yaitu :
a. Manusia
b. Binatang
c. Tumbuhan
yang mana ketiga
makhluk tersebut mempunyai tiga persamaan sifat, yaitu :
1. Mempunyai sifat
ingin mempertahankan kehidupan
2. Mempunyai sifat untuk berkembang biak
3. Mempunyai sifat/menginginkan rasa aman dan
nyaman.
Ketiga sifat tersebut
merupakan sifat hewaniah, apabila manusia hanya mementingkan sifat-sifat itu
dalam kehidupannya di dunia, maka derajatnya menyerupai tumbuhan atau hewan
(sifat hewaniah).
Manusia diciptakan dari
tanah, dimana didalam tanah terdapat ± 18 unsur tanah, maka ulama tamsilkan
bahwa hati manusia seperti tanah. Apabila tanah tidak diolah atau digarap, maka
yang pertama kali akan tumbuh adalah rerumputan, dimana tanah yang telah
ditumbuhi rerumputan tersebut akan didatangi oleh hewan temak seperti sapi dan
kambing. Sifat dari hewan ini adalah egois/tidak mempunyai kepedulian terhadap
sesamanya. Yang penting dirinya makan enak, yang lain kurang diperhatikan.
Hewan jenis ini masih banyak manfaatnya misalnya daging, susu dan kulitnya.
Selanjutnya tanah tadi
yang telah ditumbuhi oleh rerumputan apabila dibiarkan, maka akan menjadi semak
belukar, dimana hewan yang menempatinya misalnya hewan yang berbisa seperti
ular dan kalajengking. Sifat dari hewan ini merugikan dan sedikit diperoleh
manfaat. Kemudian tanah yang telah menjadi semak belukar tadi, apabila tidak
diolah atau digarap, lama kelamaan akan menjadi hutan belantara, yang akan
dihuni oleh binatang buas seperti singa dan srigala. Sifat binatang buas ini
lebih banyak merugikan dan sedikit manfaatnya. Sifatnya mau menang sendiri,
suka merampas milik yang lainnya walaupun dengan membunuh sekalipun.
Untuk merubah sifat
hewaniah pada manusia, maka Allah subhaanahuu wa ta'aalaa menghantarkan manusia pilihanNya yaitu
para Nabi dan Rasul. Allah telah menghantarkan 124.000 Nabi ke muka bumi ini
yang semuanya berdakwah, mengajak atau menyeru kaumnya agar meng-amalkan agama,
sehingga hidup bahagia di dunia dan akhirat. Usaha yang dilakukan para Nabi dan
Rasul ini dikenal dengan “usaha
dakwah”.
Usaha dakwah disebut
juga usaha agama atau usaha atas hidayah. Jika usaha dakwah dilakukan, maka
ummat manusia akan mendapatkan hidayah. Manusia akan menjalankan kehidupannya
dengan berlandaskan agama sesuai dengan hidayah yang Allah berikan. Sedangkan
hidayah dari Allah dapat diperoleh menurut peringkat usaha yang dilakukan. Jika
usaha dakwah terhenti, hidayah mulai keluar dari kehidupan masyarakat Islam. Hidayah pertama kali keluar
dari perniagaan dalam masyarakat. Hukum-hukum agama akan ditinggalkan perniagaan dan cara-cara perniagaan selain
dari cara agama akan berlaku. Kemudian hukum fardhu (misalnya shalat)
akan diting-galkan. Selepas itu berbagai keburukan akan masuk dalam masyarakat
Islam, sehingga orang Islam mulai keluar dari agama Islam.
Kita selalu mengatakan
manusia sudah tidak patuh pada agama, dikatakan mereka telah meninggalkan agama
dan bahkan menentang agama. Sebabnya karena usaha dakwah berhenti. Kini banyak
orang telah menjalankan usaha dakwah ini, dan mengikuti tingkat usaha yang
telah dilakukan, maka Allah memberikan hidayah, sehingga agama mulai diamalkan.
Sesuai dengan kadar/tingkatan hidayah, sejauh itu pulalah agama dapat
diamalkan. Tempat yang dulunya tidak ada orang yang mengerjakan shalat, kini
sudah mulai didirikan shalat. Tempat yang mana tidak ada taklim, maka taklimpun
dijalankan istiqomah. Tetapi hidayah belum cukup, karena syariat Islam belum
dijalankan dalam sumber pendapatan. Misalnya uang yang didapatkan dari hasil
bekerja yang benar (halal-haram) dan pengeluaran uang dengan cara Rasulullah
belum diamalkan. Demikian juga dari segi makanan dan bentuk (keadaan) rumah dan
keluarga belum seperti yang dicontohkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Untuk mewujudkan
suasana agama sebagaimana zaman Rasulullah, kita harus mengusahakan dua
perkara, yaitu meningkatkan kuantitas (jumlah) orang yang menjalankan usaha
dakwah dan meningkatkan kualitas (kadar usaha) setiap individu yang ambil
bagian dalam usaha dakwah itu sendiri. Usaha dakwah ini akan meningkat apabila
setiap orang memberikan pengorbanan sebagaimana pengorbanan yang telah
diberikan oleh Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam dan para
sahabatnya.
Maulana Umar rahmatullaah ‘alaih mengatakan Usaha Dakwah adalah sarana tarbiyah/ pendidikan ummat
untuk mencapai kesempurnaan sifat ummat di seluruh alam yang dikerjakan secara
bertahap-tahap sehingga ummat ini layak atau siap untuk meneruskan risalah kenabian (tugas Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam).
Para nabi ‘alaihimush shalaatu wassalaam berdakwah hanya kepada kaumnya (tidak
kepada seluruh manusia), sehingga kaum tersebut ada yang beriman dan ada pula
yang menolak. Orang yang menolak seruan nabinya diadzab oleh Allah sampai
musnah semuanya, sedangkan orang yang beriman akan diselamatkan oleh Allah dan
hidup bersama nabinya. Namun setelah nabinya wafat, berangsur-angsur orang yang
beriman tadi menjadi musyrik kembali, sehingga tidak tersisa satupun orang yang
taat. Kemudian Allah mengutus nabi lagi, lalu ia menjalankan usaha dakwah
kepada kaum yang rusak tadi, sehingga tatanan masyarakat pun kembali baik.
Tetapi ada juga yang menolak dakwah nabinya. Orang yang menolak seruan
nabi diadzab oleh Allah, sedangkan orang yang menerima atau beriman akan diselamatkan
oleh Allah dan hidup bersama nabi tersebut. Demikianlah seterusnya, nabi
berganti nabi, tetapi ketika nabinya meninggal perlahan-lahan amal agama
berkurang sampai anak cucu mereka. Sebab usaha dakwah para nabi sebelum
Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam berhenti
ketika nabinya wafat, sedangkan tugas dakwah hanya menjadi tugas nabinya, tidak
dibebankan kepada kaumnya/ ummatnya.
Berbeda dengan
Rasulullah, dimana beliau adalah nabi terakhir, yang tidak ada lagi nabi
sesudahnya. Rasulullah diutus untuk seluruh ummat manusia sampai hari kiamat,
padahal Rasulullah tidak mendatangi semua manusia dan tidak hidup sampai hari
kiamat. Supaya usaha dakwah ini tetap berlanjut sampai hari kiamat dan ada pada
setiap ummat dimana saja di dunia ini, maka para sahabat semuanya dibentuk oleh
Rasulullah untuk ambil bagian dalam usaha dakwah. Tidak semua sahabat hafidz Al-Qur’an,
tetapi Rasulullah telah membentuk seluruh para sahabat menjadi da’i
(pendakwah). Jadi “Usaha Dakwah” ini tidak hanya khusus bagi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tetapi juga kepada ummatnya. Walaupun ummat akhir zaman ini rusak,
Allah telah menetapkan tidak akan menurunkan lagi nabi.
Ketahuilah, bahwa
kemuliaan ummat akhir zaman, bukan karena ibadahnya, tetapi karena ummat ini
mendapat tugas meneruskan kerja kenabian atau meneruskan kerja Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Kalau kemuliaan ummat ini karena
ibadahnya, maka kalah dengan ummat sebelumnya, yang umurnya ratusan tahun
digunakan beribadah kepada Allah subhaanahuu wa ta'aalaa.
Nilai manusia adalah pada hatinya. Hati manusia sesuai dengan
pengorbanannya dalam usaha dakwah terbagi empat tingkatan, yaitu :
1. Sesungguhnya Allah menciptakan manusia dalam sebaik-baik
bentuk. Dalam hal tertentu manusia diciptakan sama seperti binatang yaitu ada
keperluan hidup. Allah memberikan kepada setiap manusia di dunia ini dengan
sedikit harta dan waktu, baik dia kaya atau miskin; dia tinggal di istana yang
megah ataupun di rumah gubuk yang sederhana. Jika manusia menggunakan waktu dan
harta hanya untuk keperluan hidup saja, berarti manusia yang demikian
masih sama dengan hewan dan hatinya belum mendapat petunjuk atau hidayah dari
Allah. Allah menyebut orang ini dengan jahil dan sesat, dan disisi Allah
kedudukannya lebih rendah daripada hewan. Hati manusia seperti ini tidak
mengenal kepada Allah yang menciptakan dirinya dan tidak tahu aturan hidup
sebagaimana yang dikehendaki oleh penciptanya. Sifatnya egois (mementingkan
dirinya sendiri), suka mengganggu orang lain tanpa ada perasaan bersalah bahkan
yang lebih parah lagi kadang mengambil milik orang lain tanpa hak. Hati seperti
ini dikatakan bersifat Hewaniah,
karena hanya mengikuti keinginan hawa nafsunya. Jalan hidupnya lahir-batin
ingkar (kafir) kepada Allah subhaanahuu wa ta'aalaa.
2. Hati manusia yang bersifat hewaniah apabila digarap dengan
usaha dakwah akan berubah dan meningkat menjadi sifat Malaikat, yaitu sifat
ta’at atau senang beribadah kepada Allah subhaanahuu
wa ta'aalaa, namun ibadahnya hanya untuk diri sendiri. Waktunya siang-malam
bertawajjuh hanya mengabdi kepada Allah. Allah dan RasulNya menyebut manusia
yang demikian dengan ‘abid (ahli ibadah). Manusia
beribadah dengan mujahadah,
tetapi malaikat beribadah tanpa mujahadah.
Inilah perbedaan ibadah antara manusia dan malaikat. Tanpa menekan keperluan
diri (egoisme), maka manusia tidak dapat taat untuk beribadah kepada Allah.
Inilah yang dinamakan korban. Jika manusia dapat berkorban waktu, diri dan
harta untuk beribadah kepada Allah, maka kedudukannya lebih tinggi dari
malaikat.
3. Apabila hati tersebut lebih digarap lagi
dengan usaha dakwah, yaitu dengan meningkatkan pengorbanan harta dan diri untuk
membantu orang lain dan sama-sama menanggung kesusahan orang lain karena Allah,
maka sifat malaikat akan meningkat menjadi sifat Khalifah. Sifat ini
adalah sebagaimana maksud Allah saat bermusyawarah dengan malaikat, akan
menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Sifat ini lebih tinggi dari
‘abid, karena disamping sibuk beribadah kepada Allah, juga mengatur alam dan penghuninya
sesuai kehendak dan perintahNya. Dalam ber-mu’amalah
dan mu’asyarah dengan sesama
manusia dilakukan dengan cara yang baik. Menjadi khalifah bermaksud dia menutup
kelemahan orang lain, menunjukkan kasih sayang, memberI makan pada yang lapar,
memberi pakaian pada yang telanjang, suka membantu dan menghargai orang lain
serta menjauhi mengganggu dan menyakiti perasaan orang lain. Sifat hatinya
cocok dengan kebanyakan orang. Jika manusia membuat suatu kesalahan, maka dia
menegur mereka. Sedangkan dalam hubungan dengan alam lingkungannya dilakukan
dengan semestinya, tidak merusak lingkungan tetapi mengambil sesuai
keperluannya.
4. Pada akhirnya hati yang digarap dengan usaha
dakwah yang sempurna adalah seperti dicontohkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, yaitu
mengorbankan waktu, diri dan hartanya hanya semata-mata untuk meninggikan
kalimah Allah dan bagaimana agama bisa diamalkan secara sempurna. Pada tahapan
ini dakwah telah menjadi maksud hidup atau seumur hidupnnya hanya untuk
mendakwahkan agama dan mengusahakan orang lain untuk menjadi da’i (bukan
semata-mata ‘abid, tetapi da’i yang abid). Inilah yang disebut dengan sifat Nubuwah (kenabian) yang merupakan sifat paling
sempurna sebagai manusia. Sebagai-mana kita ketahui manusia yang paling tinggi
kedudukannya disisi Allah adalah para Nabi dan Rasul, dan dari seluruh para
Nabi dan Rasul yang paling tinggi kedudukannya adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sehingga beliau disebut “insaanul kamiil” (manusia sempurna), “choirul makhluuqot” (sebaik-baik makhluk ciptaan
Allah) dan “Imamul
Ambiya’i wal Mursalin wal malaaikatul muqorrabiin” (imam seluruh para Nabi dan Rasul dan
malaikat yang dekat dengan Allah)
Semua manusia suka
akhlak yang baik. Polisi, hakim dan penjara adalah merupakan usaha untuk
menjadikan manusia berakhlak baik, agar manusia menjadi manusia. Namun apa yang
terjadi dalam kenyataan, walaupun jabatan-jabatan itu ada dimana-dimana dalam
setiap tempat di dunia ini, pada hakekatnya tidak nampak keadilan, kedamaian,
dan akhlak yang baik. Akhlak yang baik hanya datang, jika manusia usaha ikut
cara Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam.
Jadi
satu-satunya jalan untuk merubah hati manusia menjadi sempurna hanya dengan
usaha dakwah. Usaha dakwah inilah yang mampu merubah sifat-sifat para
sahabat, yang awalnya bersifat hewaniah (jahiliyah) menjadi sifat Nubuwah
(sifat kenabian yang mulia). Para sahabat adalah manusia biasa, namun dakwah
telah menjadi maksud hidup mereka semuanya. Mereka dengan ikhlas korbankan apa
yang diberikan Allah untuk mereka, yaitu harta, diri, waktu dan bahkan nyawapun
dengan senang hati mereka korbankan. Mereka sampai pada puncak pengorbanan
karena mendapatkan arahan langsung dari Rasulullah, menyebabkan mereka mampu
mengamalkan agama secara sempurna dan berakhlak mulia. Allah terima korban mereka,
memberikan pertolongan dan senang (ridha) kepada mereka. Allahpun memberi gelar
tertinggi kepada para sahabat yaitu radhiyallahu
‘anhum ajma’in (Allah ridha
kepada para sahabat semuanya).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar