Senin, 14 Februari 2011

3. Dengan Usaha Dakwah Amal Agama akan Sempurna

Allah menciptakan makhluk dalam bentuk, jenis, warna, rasa dan rupa yang tidak sama, dimana ketidaksamaan tersebut merupakan wujud dari kesempurnaan ciptaan Allah subhaanahuu wa ta'aalaa. Allah menciptakan mahluk didunia yaitu :
a.       Manusia
b.      Binatang
c.       Tumbuhan
yang mana ketiga makhluk tersebut mempunyai tiga persamaan sifat, yaitu :
1. Mempunyai sifat ingin mempertahankan kehidupan
2.   Mempunyai sifat untuk berkembang biak
3.   Mempunyai sifat/menginginkan rasa aman dan nyaman.
Ketiga sifat tersebut merupakan sifat hewaniah, apabila manusia hanya mementingkan sifat-sifat itu dalam kehidupannya di dunia, maka derajatnya menyerupai tumbuhan atau hewan (sifat hewaniah).
Manusia diciptakan dari tanah, dimana didalam tanah terdapat ± 18 unsur tanah, maka ulama tamsilkan bahwa hati manusia seperti tanah. Apabila tanah tidak diolah atau digarap, maka yang pertama kali akan tumbuh adalah rerumputan, dimana tanah yang telah ditumbuhi rerumputan tersebut akan didatangi oleh hewan temak seperti sapi dan kambing. Sifat dari hewan ini adalah egois/tidak mempunyai kepedulian terhadap sesamanya. Yang penting dirinya makan enak, yang lain kurang diperhatikan. Hewan jenis ini masih banyak manfaatnya misalnya daging, susu dan kulitnya.
Selanjutnya tanah tadi yang telah ditumbuhi oleh rerumputan apabila dibiarkan, maka akan menjadi semak belukar, dimana hewan yang menempatinya misalnya hewan yang berbisa seperti ular dan kalajengking. Sifat dari hewan ini merugikan dan sedikit diperoleh manfaat. Kemudian tanah yang telah menjadi semak belukar tadi, apabila tidak diolah atau digarap, lama kelamaan akan menjadi hutan belantara, yang akan dihuni oleh binatang buas seperti singa dan srigala. Sifat binatang buas ini lebih banyak merugikan dan sedikit manfaatnya. Sifatnya mau menang sendiri, suka merampas milik yang lainnya walaupun dengan membunuh sekalipun. 
Untuk merubah sifat hewaniah pada manusia, maka Allah subhaanahuu wa ta'aalaa menghantarkan manusia pilihanNya yaitu para Nabi dan Rasul. Allah telah menghantarkan 124.000 Nabi ke muka bumi ini yang semuanya berdakwah, mengajak atau menyeru kaumnya agar meng-amalkan agama, sehingga hidup bahagia di dunia dan akhirat. Usaha yang dilakukan para Nabi dan Rasul ini dikenal dengan “usaha dakwah”.
Usaha dakwah disebut juga usaha agama atau usaha atas hidayah. Jika usaha dakwah dilakukan, maka ummat manusia akan mendapatkan hidayah. Manusia akan menjalankan kehidupannya dengan berlandaskan agama sesuai dengan hidayah yang Allah berikan. Sedangkan hidayah dari Allah dapat diperoleh menurut peringkat usaha yang dilakukan. Jika usaha dakwah terhenti, hidayah mulai keluar dari kehidupan masyarakat Islam. Hidayah pertama kali keluar dari perniagaan dalam masyarakat. Hukum-hukum agama akan ditinggalkan perniagaan dan cara-cara perniagaan selain dari cara agama akan berlaku. Kemudian hukum  fardhu (misalnya shalat) akan diting-galkan. Selepas itu berbagai keburukan akan masuk dalam masyarakat Islam, sehingga orang Islam mulai keluar dari agama Islam.
Kita selalu mengatakan manusia sudah tidak patuh pada agama, dikatakan mereka telah meninggalkan agama dan bahkan menentang agama. Sebabnya karena usaha dakwah berhenti. Kini banyak orang telah menjalankan usaha dakwah ini, dan mengikuti tingkat usaha yang telah dilakukan, maka Allah memberikan hidayah, sehingga agama mulai diamalkan. Sesuai dengan kadar/tingkatan hidayah, sejauh itu pulalah agama dapat diamalkan. Tempat yang dulunya tidak ada orang yang mengerjakan shalat, kini sudah mulai didirikan shalat. Tempat yang mana tidak ada taklim, maka taklimpun dijalankan istiqomah. Tetapi hidayah belum cukup, karena syariat Islam belum dijalankan dalam sumber pendapatan. Misalnya uang yang didapatkan dari hasil bekerja yang benar (halal-haram) dan pengeluaran uang dengan cara Rasulullah belum diamalkan. Demikian juga dari segi makanan dan bentuk (keadaan) rumah dan keluarga belum seperti yang dicontohkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Untuk mewujudkan suasana agama sebagaimana zaman Rasulullah, kita harus mengusahakan dua perkara, yaitu meningkatkan kuantitas (jumlah) orang yang menjalankan usaha dakwah dan meningkatkan kualitas (kadar usaha) setiap individu yang ambil bagian dalam usaha dakwah itu sendiri. Usaha dakwah ini akan meningkat apabila setiap orang memberikan pengorbanan sebagaimana pengorbanan yang telah diberikan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.
Maulana Umar rahmatullaah ‘alaih mengatakan Usaha Dakwah adalah sarana tarbiyah/ pendidikan ummat untuk mencapai kesempurnaan sifat ummat di seluruh alam yang dikerjakan secara bertahap-tahap sehingga ummat ini layak atau siap untuk meneruskan risalah kenabian (tugas Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam).
Para nabi ‘alaihimush shalaatu wassalaam berdakwah hanya kepada kaumnya (tidak kepada seluruh manusia), sehingga kaum tersebut ada yang beriman dan ada pula yang menolak. Orang yang menolak seruan nabinya diadzab oleh Allah sampai musnah semuanya, sedangkan orang yang beriman akan diselamatkan oleh Allah dan hidup bersama nabinya. Namun setelah nabinya wafat, berangsur-angsur orang yang beriman tadi menjadi musyrik kembali, sehingga tidak tersisa satupun orang yang taat. Kemudian Allah mengutus nabi lagi, lalu ia menjalankan usaha dakwah kepada kaum yang rusak tadi, sehingga tatanan masyarakat pun kembali baik. Tetapi ada juga yang menolak dakwah nabinya.  Orang yang menolak seruan nabi diadzab oleh Allah, sedangkan orang yang menerima atau beriman akan diselamatkan oleh Allah dan hidup bersama nabi tersebut. Demikianlah seterusnya, nabi berganti nabi, tetapi ketika nabinya meninggal perlahan-lahan amal agama berkurang sampai anak cucu mereka. Sebab usaha dakwah para nabi sebelum Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berhenti ketika nabinya wafat, sedangkan tugas dakwah hanya menjadi tugas nabinya, tidak dibebankan kepada kaumnya/ ummatnya.
Berbeda dengan Rasulullah, dimana beliau adalah nabi terakhir, yang tidak ada lagi nabi sesudahnya. Rasulullah diutus untuk seluruh ummat manusia sampai hari kiamat, padahal Rasulullah tidak mendatangi semua manusia dan tidak hidup sampai hari kiamat. Supaya usaha dakwah ini tetap berlanjut sampai hari kiamat dan ada pada setiap ummat dimana saja di dunia ini, maka para sahabat semuanya dibentuk oleh Rasulullah untuk ambil bagian dalam usaha dakwah. Tidak semua sahabat hafidz Al-Qur’an, tetapi Rasulullah telah membentuk seluruh para sahabat menjadi da’i (pendakwah). Jadi “Usaha Dakwah” ini tidak hanya khusus bagi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tetapi juga kepada ummatnya. Walaupun ummat akhir zaman ini rusak, Allah telah menetapkan tidak akan menurunkan lagi nabi.
Ketahuilah, bahwa kemuliaan ummat akhir zaman, bukan karena ibadahnya, tetapi karena ummat ini mendapat tugas meneruskan kerja kenabian atau meneruskan kerja Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Kalau kemuliaan ummat ini karena ibadahnya, maka kalah dengan ummat sebelumnya, yang umurnya ratusan tahun digunakan beribadah kepada Allah subhaanahuu wa ta'aalaa.
Nilai manusia adalah pada hatinya. Hati manusia sesuai dengan pengorbanannya dalam usaha dakwah terbagi empat tingkatan, yaitu :
1.   Sesungguhnya Allah menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk. Dalam hal tertentu manusia diciptakan sama seperti binatang yaitu ada keperluan hidup. Allah memberikan kepada setiap manusia di dunia ini dengan sedikit harta dan waktu, baik dia kaya atau miskin; dia tinggal di istana yang megah ataupun di rumah gubuk yang sederhana. Jika manusia menggunakan waktu dan harta hanya untuk keperluan hidup saja, berarti manusia yang  demikian masih sama dengan hewan dan hatinya belum mendapat petunjuk atau hidayah dari Allah. Allah menyebut orang ini dengan jahil dan sesat, dan disisi Allah kedudukannya lebih rendah daripada hewan. Hati manusia seperti ini tidak mengenal kepada Allah yang menciptakan dirinya dan tidak tahu aturan hidup sebagaimana yang dikehendaki oleh penciptanya. Sifatnya egois (mementingkan dirinya sendiri), suka mengganggu orang lain tanpa ada perasaan bersalah bahkan yang lebih parah lagi kadang mengambil milik orang lain tanpa hak. Hati seperti ini dikatakan bersifat Hewaniah, karena hanya mengikuti keinginan hawa nafsunya. Jalan hidupnya lahir-batin ingkar (kafir) kepada Allah subhaanahuu wa ta'aalaa.
2.   Hati manusia yang bersifat hewaniah apabila digarap dengan usaha dakwah akan berubah dan meningkat menjadi sifat Malaikat, yaitu sifat ta’at atau senang beribadah kepada Allah subhaanahuu wa ta'aalaa, namun ibadahnya hanya untuk diri sendiri. Waktunya siang-malam bertawajjuh hanya mengabdi kepada Allah. Allah dan RasulNya menyebut manusia yang demikian dengan ‘abid (ahli ibadah). Manusia beribadah dengan mujahadah, tetapi malaikat beribadah tanpa mujahadah. Inilah perbedaan ibadah antara manusia dan malaikat. Tanpa menekan keperluan diri (egoisme), maka manusia tidak dapat taat untuk beribadah kepada Allah. Inilah yang dinamakan korban. Jika manusia dapat berkorban waktu, diri dan harta untuk beribadah kepada Allah, maka kedudukannya lebih tinggi dari malaikat.
3.    Apabila hati tersebut lebih digarap lagi dengan usaha dakwah, yaitu dengan meningkatkan pengorbanan harta dan diri untuk membantu orang lain dan sama-sama menanggung kesusahan orang lain karena Allah, maka sifat malaikat akan meningkat menjadi sifat Khalifah. Sifat ini adalah sebagaimana maksud Allah saat bermusyawarah dengan malaikat, akan menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Sifat ini lebih tinggi dari ‘abid, karena disamping sibuk beribadah kepada Allah, juga mengatur alam dan penghuninya sesuai kehendak dan perintahNya. Dalam ber-mu’amalah dan mu’asyarah dengan sesama manusia dilakukan dengan cara yang baik. Menjadi khalifah bermaksud dia menutup kelemahan orang lain, menunjukkan kasih sayang, memberI makan pada yang lapar, memberi pakaian pada yang telanjang, suka membantu dan menghargai orang lain serta menjauhi mengganggu dan menyakiti perasaan orang lain. Sifat hatinya cocok dengan kebanyakan orang. Jika manusia membuat suatu kesalahan, maka dia menegur mereka. Sedangkan dalam hubungan dengan alam lingkungannya dilakukan dengan semestinya, tidak merusak lingkungan tetapi mengambil sesuai keperluannya.
4.  Pada akhirnya hati yang digarap dengan usaha dakwah yang sempurna adalah seperti dicontohkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, yaitu mengorbankan waktu, diri dan hartanya hanya semata-mata untuk meninggikan kalimah Allah dan bagaimana agama bisa diamalkan secara sempurna. Pada tahapan ini dakwah telah menjadi maksud hidup atau seumur hidupnnya hanya untuk mendakwahkan agama dan mengusahakan orang lain untuk menjadi da’i (bukan semata-mata ‘abid, tetapi da’i yang abid). Inilah yang disebut dengan sifat Nubuwah (kenabian) yang merupakan sifat paling sempurna sebagai manusia. Sebagai-mana kita ketahui manusia yang paling tinggi kedudukannya disisi Allah adalah para Nabi dan Rasul, dan dari seluruh para Nabi dan Rasul yang paling tinggi kedudukannya adalah  Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sehingga beliau disebut “insaanul kamiil”  (manusia sempurna), “choirul makhluuqot” (sebaik-baik makhluk ciptaan Allah) dan  “Imamul Ambiya’i wal Mursalin wal malaaikatul muqorrabiin” (imam seluruh para Nabi dan Rasul dan malaikat yang dekat dengan Allah)
Semua manusia suka akhlak yang baik. Polisi, hakim dan penjara adalah merupakan usaha untuk menjadikan manusia berakhlak baik, agar manusia menjadi manusia. Namun apa yang terjadi dalam kenyataan, walaupun jabatan-jabatan itu ada dimana-dimana dalam setiap tempat di dunia ini, pada hakekatnya tidak nampak keadilan, kedamaian, dan akhlak yang baik. Akhlak yang baik hanya datang, jika manusia usaha ikut cara Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

 Jadi satu-satunya jalan untuk merubah hati manusia menjadi sempurna hanya dengan usaha dakwah. Usaha dakwah inilah yang mampu merubah sifat-sifat para sahabat, yang awalnya bersifat hewaniah (jahiliyah) menjadi sifat Nubuwah (sifat kenabian yang mulia). Para sahabat adalah manusia biasa, namun dakwah telah menjadi maksud hidup mereka semuanya. Mereka dengan ikhlas korbankan apa yang diberikan Allah untuk mereka, yaitu harta, diri, waktu dan bahkan nyawapun dengan senang hati mereka korbankan. Mereka sampai pada puncak pengorbanan karena mendapatkan arahan langsung dari Rasulullah, menyebabkan mereka mampu mengamalkan agama secara sempurna dan berakhlak mulia. Allah terima korban mereka, memberikan pertolongan dan senang (ridha) kepada mereka. Allahpun memberi gelar tertinggi kepada para sahabat yaitu radhiyallahu ‘anhum ajma’in (Allah ridha kepada para sahabat semuanya). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar